FILSAFAT (PERBEDAAN DAN PERSAMAAN ANTARA ILMU PENGETAHUAN FILSAFAT DAN AGAMA SEBAGAI SUMBER PENGETAHUAN
FILSAFAT ILMU
PEMBAHASAN
PERBEDAAN
DAN PERSAMAAN ANTARA ILMU PENGETAHUAN, FILSAFAT DAN AGAMA SEBAGAI SUMBER
PENGETAHUAN
oleh
SARIFUDIN
S.Pd.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
BAB I. PENDAHULUAN 1
A.
PENGERTIAN ILMU (ILMU PENGETAHUAN) 1
B.
CIRI-CIRI ILMU (ILMU
PENGETAHUAN) 3
BAB II. PEMBAHASAN 6
A.
Perbedaan dan Persamaan Antara Ilmu
Pengetahuan, Filsafat
dan Agama Sebagai Sumber Pengetahuan 6
B.
Pendekatan Filsafat dalam
Memperoleh Ilmu 9
a. Jenis
Pengetahuan 10
b. Gejala
Mengetahui 11
c. Pengetahuan
Ilmiah 12
d. Hakekat
Pengetahuan 13
e. Ukuran kebenaran 14
1. Teori
Korespondensi
2. Teori
Koherensi
3. Teori
Pragmatisme
4. Agama
sebagai teori kebenaran
C.
FUNGSI DAN TUJUAN ILMU (ILMU PENGETAHUAN)
D.
STRUKTUR ILMU
BAB III. PENUTUP 20
A. Kesimpulan 20
DAFTAR PUSTAKA 23
BAB I
PENDAHULUAN
A.
PENGERTIAN ILMU (ILMU PENGETAHUAN)
Ilmu merupakan kata yang
berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima – ya’lamu yang berarti tahu atau
mengetahui, sementara itu secara istilah ilmu diartikan sebagai Idroku syai bi
haqiqotih (mengetahui sesuatu secara hakiki). Dalam bahasa Inggeris Ilmu
biasanya dipadankan dengan kata
science, sedang pengetahuan
dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science (berasal dari bahasa lati
dari kata Scio, Scire yang berarti
tahu) umumnya diartikan Ilmu tapi
sering juga diartikan dengan Ilmu
Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu pada makna yang sama. Untuk
lebih memahami pengertian Ilmu (science)
di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian :
ü
Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang
yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
ü
Science is knowledge arranged in a
system, especially obtained by observation and testing of fact (An English reader’s dictionary)
ü Science is a systematized knowledge obtained by study,
observation, experiment” (Webster’s
super New School and Office Dictionary)
ü Science is the complete and consistent description of
facts and experience in the simplest possible term”(Karl Pearson)
ü Science is a sistematized knowledge derives from
observation, study, and experimentation carried on in order to determinethe
nature or principles of what being studied” (Ashley Montagu)
ü Science is the
system of man’s knowledge on nature, society and thought. It reflect the world
in concepts, categories and laws, the correctness and truth of which are
verified by practical experience(V. Avanasyev)
sementara
itu The Liang Gie menyatakan dilihat dari ruang lingkupnya pengertian ilmu
adalah sebagai berikut :
·
Ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebutkan segenap pengetahuan
ilmiah yang dipandang sebagai suatu kebulatan. Jadi ilmu mengacu pada ilmu
seumumnya.
·
Ilmu menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari
pokok soal tertentu, ilmu berarti cabang ilmu khusus
sedangkan jika dilihat
dari segi maknanya The Liang Gie mengemukakan tiga sudut pandang berkaitan
dengan pemaknaan ilmu/ilmu pengetahuan yaitu :
·
Ilmu sebagai pengetahuan, artinya ilmu adalah sesuatu kumpulan yang
sistematis, atau sebagai kelompok pengetahuan teratur mengenai pokok soal atau
subject matter. Dengan kata lain bahwa pengetahuan menunjuk pada sesuatu yang
merupakan isi substantif yang terkandung dalam ilmu.
·
Ilmu sebagai aktivitas, artinya
suatu aktivitas mempelajari sesuatu secara aktif, menggali, mencari, mengejar
atau menyelidiki sampai pengetahuan itu diperoleh. Jadi ilmu sebagai aktivitas
ilmiah dapat berwujud penelaahan (Study), penyelidikan (inquiry), usaha
menemukan (attempt to find), atau pencarian (Search).
·
Ilmu sebagi metode, artinya ilmu pada dasarnya adalah suatu metode untuk
menangani masalah-masalah, atau suatu kegiatan penelaahan atau proses
penelitian yang mana ilmu itu mengandung prosedur, yakni serangkaian cara dan
langkah tertentu yang mewujudkan pola tetap. Rangkaian cara dan langkah ini
dalam dunia keilmuan dikenal sebagai metode
Harsoyo mendefinisikan
ilmu dengan melihat pada sudut proses historis dan pendekatannya yaitu :
·
Ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang
disistematiskan atau kesatuan pengetahuan yang terorganisasikan
·
Ilmu dapat pula dilihat sebagai suatu pendekatan
atau suatu metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang
terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati
oleh pancaindra manusia.
dari pengertian di
atas nampak bahwa Ilmu memang mengandung
arti pengetahuan, tapi bukan sembarang pengetahuan melainkan pengetahuan dengan
ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara sistematis, dan untuk mencapai hal
itu diperlukan upaya mencari penjelasan atau keterangan, dalam hubungan ini Moh
Hatta menyatakan bahwa Pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan disebut
Ilmu, dengan kata lain ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh melalui upaya
mencari keterangan atau penjelasan.
Lebih jauh dengan memperhatikan
pengertian-pengertian Ilmu sebabagaimana
diungkapkan di atas, dapatlah ditarik beberapa kesimpulan berkaitan dengan
pengertian ilmu yaitu :
·
Ilmu adalah sejenis pengetahuan
·
Tersusun atau disusun secara
sistematis
·
Sistimatisasi dilakukan dengan
menggunakan metode tertentu
·
Pemerolehannya dilakukan dengan
cara studi, observasi, eksperimen.
Dengan
demikian sesuatu yang bersifat pengetahuan biasa dapat menjadi suatu
pengetahuan ilmiah bila telah disusun secara sistematis serta mempunyai metode
berfikir yang jelas, karena pada dasarnya ilmu yang berkembang dewasa ini
merupakan akumulasi dari pengalaman/pengetahuan manusia yang terus difikirkan,
disistimatisasikan, serta diorganisir sehingga terbentuk menjadi suatu disiplin
yang mempunyai kekhasan dalam objeknya
B. CIRI-CIRI
ILMU (ILMU PENGETAHUAN)
Secara umum dari pengertian ilmu
dapat diketahui apa sebenarnya yang menjadi ciri dari ilmu, meskipun untuk tiap
definisi memberikan titik berat yang berlainan. Menurut The Liang Gie secara
lebih khusus menyebutkan ciri-ciri ilmu sebagai berikut :
ü Empiris
(berdasarkan pengamatan dan percobaan)
ü
Sistematis
(tersusun secara logis serta mempunyai hubungan saling bergantung dan teratur)
ü
Objektif
(terbebas dari persangkaan dan kesukaan pribadi)
ü
Analitis
(menguraikan persoalan menjadi bagian-bagian yang terinci)
ü Verifikatif
(dapat diperiksa kebenarannya)
Sementara
itu Beerling menyebutkan ciri ilmu (pengetahuan ilmiah) adalah :
·
Mempunyai dasar pembenaran
·
Bersifat sistematik
·
Bersifat intersubjektif
Ilmu perlu
dasar empiris, apabila seseorang memberikan keterangan ilmiah maka keterangan
itu harus memmungkintan untuk dikaji dan diamati, jika tidak maka hal itu
bukanlah suatu ilmu atau pengetahuan ilmiah, melainkan suatu perkiraan atau
pengetahuan biasa yang lebih didasarkan pada keyakinan tanpa peduli apakah
faktanya demikian atau tidak. Upaya-upaya untuk melihat fakta-fakta memang
merupakan ciri empiris dari ilmu, namun demikian bagaimana fakta-fakta itu
dibaca atau dipelajari jelas memerlukan cara yang logis dan sistematis, dalam
arti urutan cara berfikir dan mengkajinya tertata dengan logis sehingga setiap
orang dapat menggunakannya dalam melihat realitas faktual yang ada.
Disamping itu ilmu juga harus
objektif dalam arti perasaan suka-tidak suka, senang-tidak senang harus
dihindari, kesimpulan atau penjelasan ilmiah harus mengacu hanya pada fakta
yang ada, sehingga setiap orang dapat melihatnya secara sama pula tanpa
melibatkan perasaan pribadi yang ada pada saat itu. Analitis merupakan ciri
ilmu lainnya, artinya bahwa penjelasan ilmiah perlu terus mengurai masalah
secara rinci sepanjang hal itu masih berkaitan dengan dunia empiris, sedangkan
verifikatif berarti bahwa ilmu atau penjelasan ilmiah harus memberi kemungkinan
untuk dilakukan pengujian di lapangan sehingga kebenarannya bisa benar-benar
memberi keyakinan.
Dari uraian di atas, nampak bahwa
ilmu bisa dilihat dari dua sudut peninjauan, yaitu ilmu sebagai produk/hasil,
dan ilmu sebagai suatu proses. Sebagai produk ilmu merupakan kumpulan
pengetahuan yang tersistematisir dan terorganisasikan secara logis, seperti
jika kita mempelajari ilmu ekonomi, sosiologi, biologi. Sedangkan ilmu sebagai
proses adalah ilmu dilihat dari upaya perolehannya melalui cara-cara tertentu,
dalam hubungan ini ilmu sebagai proses sering disebut metodologi dalam arti
bagaimana cara-cara yang mesti dilakukan untuk memperoleh suatu kesimpulan atau
teori tertentu untuk mendapatkan, memperkuat/menolak suatu teori dalam ilmu
tertentu, dengan demikian jika melihat ilmu sebagai proses, maka diperlukan
upaya penelitian untuk melihat fakta-fakta, konsep yang dapat membentuk suatu
teori tertentu.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Perbedaan
dan Persamaan Antara Ilmu Pengetahuan, Filsafat dan Agama Sebagai Sumber Pengetahuan
Filsafat dan Ilmu adalah dua kata
yang saling berkaitan baik secara substansial maupun historis. Kelahiran suatu
ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu
memperkuat keberadaan filsafat. Ilmu atau Sains merupakan komponen terbesar yang
diajarkan dalam semua strata pendidikan. Walaupun telah bertahun-tahun
mempelajari ilmu, pengetahuan ilmiah
tidak digunakan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari.
Ilmu dianggap sebagai hafalan saja,
bukan sebagai pengetahuan yang mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksikan
gejala alam untuk kesejahteraan dan kenyamanan hidup. Kini ilmu telah
tercerabut dari nilai luhur ilmu, yaitu untuk menyejahterakan umat manusia.
Bahkan tidak mustahil terjadi, ilmu dan teknologi menjadi bencana bagi
kehidupan manusia, seperti pemanasan global dan dehumanisasi.
Ilmu dan teknologi telah kehilangan
rohnya yang fundamental, karena ilmu telah mengurangi bahkan menghilangkan
peran manusia, dan bahkan tanpa disadari manusia telah menjadi budak ilmu dan
teknologi. Oleh karena itu, filsafat ilmu mencoba mengembalikan roh dan nilai
luhur dari ilmu, agar ilmu tidak menjadi bumerang bagi kehidupan manusia.
Filsafat ilmu akan mempertegas bahwa ilmu dan teknologi adalah instrumen
dalammencapai kesejahteraan bukan tujuan. Filsafat ilmu diberikan sebagai
pengetahuan bagi orang yang ingin mendalami hakikat ilmu dan kaitannya dengan
pengetahuan lainnya. Bahan yang diberikan tidak ditujukan untuk menjadi ahli
filsafat.
Dalam masyarakat religius, ilmu
dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari nilai-nilai ketuhanan,
karena sumber ilmu yang hakiki adalah Tuhan. Manusia diberi daya fikir oleh
Tuhan, dan dengan daya fikir inilah manusia menemukan teori-teori ilmiah dan
teknologi. Pengaruh agama yang kaku dan dogmatis kadang kala menghambat
perkembangan ilmu. Oleh karenanya diperlukan kecerdasan dan kejelian dalam
memahami kebenaran ilmiah dengan sistem nilai dalam agama, agar keduanya tidak
saling bertentangan.
Dalam filsafat ilmu, ilmu akan dijelaskan secara
filosofis dan akademis sehingga ilmu dan teknologi tidak tercerabut dari nilai
agama, kemanusiaan lingkungan. Dengan demikian filsafat ilmu akan memberikan
nilai dan orientasi yang jelas bagi
setiap ilmu.
Ada yang mengatakan bahwa antara
ilmu, filsafat dan agama memiliki hubungan. Namun demikian, tidak menafikan
terhadap pandangan bahwa satu sama lain merupakan ‘sesuatu’ yang terpisah; di
mana ilmu lebih bersifat empiris, filsafat lebih bersifat ide dan
agama lebih bersifat keyakinan. Menurut Muhammad Iqbal dalam Recontruction
of Religious Thought in Islam sebagaimana dikutip Asif Iqbal Khan (2002),
“Agama bukan hanya usaha untuk mencapai kesempurnaan, bukan pula moralitas yang
tersentuh emosi”. Bagi Iqbal, agama dalam bentuk yang lebih modern, letaknya
lebih tinggi dibandingkan puisi. Agama bergerak dari individu ke masyarakat.
Dalam geraknya menuju pada realitas penting yang berlawanan dengan keterbatasan
manusia. Agama memperbesar klaimnya dan memegang prospek yang merupakan visi
langsung realitas. (Asif Iqbal Khan, Agama, Filsafat, Seni dalam Pemikiran
Iqbal, 2002: 15). Menurut Asif (2002: 16), sekalipun diekspresikan dalam
jargon filsafat kontemporer, tetapi mempunyai tujuan yang sama dengan para
ilmuwan Islam pada abad pertengahan yaitu menyeimbangkan agama di satu pihak
dengan ilmu pengetahuan modern dan filsafat utama sebagaimana tertuang dalam
pendahuluan buku rekonstruksinya, yaitu “untuk merekonstruksi filsafat
religious Islam sehubungan dengan tradisi filsafat Islam dan perkembangan lebih
lanjut berbagai bidang ilmu pengetahuan manusia”. Iqbal menegaskan dengan
optimis, “waktunya sudah dekat bagi agama dan ilmu pengetahuan untuk membentuk
suatu harmoni yang tidak saling mencurigai satu sama lain”.
Untuk lebih adilnya dalam menilai
hubungan ketiganya, patut dicermati pandangan Endang Saifuddin Anshari (Ilmu,
Filsafat dan Agama, 1979) yang menyebutkan di samping adanya titik persamaan,
juga adanya titik perbedaan dan titik singgung.
Baik ilmu maupun filsafat atau
agama, bertujuan (sekurang-kurangnya berurusan dengan hal yang sama), yaitu
kebenaran. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari
kebenaran tentang alam dan manusia. Filsafat dengan wataknya sendiri
pula menghampiri kebenaran, baik tentang alam, manusia dan Tuhan. Demikian pula
agama, dengan karakteristiknya pula memberikan jawaban atas segala
persoalan asasi yang dipertanyakan manusia tentang alam, manusia dan Tuhan.
(Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama, 1979: 169) Masih menurutnya,
baik ilmu maupun filsafat, keduanya hasil dari sumber yang sama, yaitu ra’yu
manusia (akal, budi, rasio, reason, nous, rede, vertand, vernunft).
Sedangkan agama bersumberkan wahyu dari Allah. Ilmu pengetahuan mencari
kebenaran dengan jalan penyelidikan (riset, research), pengalaman
(empirik) dan percobaan.
Filsafat menghampiri kebenaran
dengan cara mengembarakan atau mengelanakan akal budi secara radikal dan integral
serta universal tidak merasa terikat dengan ikatan apapun, kecuali oleh
ikatan tangannya sendiri bernama logika. Kebenaran ilmu pengetahuan
adalah kebenaran positif (berlaku sampai dengan saat ini), sedangkan
kebenaran filsafat adalah kebenaran spekulatif (dugaan yang tak dapat
dibuktikan secara empiris, riset dan eksperimental). Baik
kebenaran ilmu maupun kebenaran filsafat bersifat nisbi (relatif),
sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak (absolut), karena agama adalah
wahyu yang di turunkan Dzat Yang Maha Benar, Maha Mutlak dan Maha Sempurna.
Baik ilmu maupun filsafat, kedua-duanya dimulai dengan sikap sangsi atau
tidak percaya. Sedangkan agama dimulai dengan sikap percaya dan iman.
Adapun titik singgung, adalah perkara-perkara yang mungkin tidak dapat dijawab
oleh masing-masingnya, namun bisa dijawab oleh salah satunya. Gambarannya, ada
perkara yang dengan keterbatasan ilmu pengetahuan atau spekulatifnya akal, maka
keduanya tidak bisa menjawabnya. Demikian pula dengan agama, sekalipun agama
banyak menjawab berbagai persoalan, namun ada persoalan-persoalan manusia yang
tidak dapat dijawabnya. Sementara akal budi, mungkin dapat menjawabnya.
Ketiga-tiganya memiliki hubungan dan
tidak perlu dibenturkan satu sama lain selama diyakini bahwa ilmu manusia memiliki
keterbatasan. Demikian pula dengan filsafat, selama difahami sebagai proses
berfikir bukan sebagai penentu. Adapun agama dapat diyakini, selama dapat
dibuktikan dengan dalil-dalil yang dapat dipertangung jawabkan. Rabbanâ
Zidnâ ‘Ilman war Zuqnâ Fahman … Allâhumma Faqqihnâ fi al-Dîn.
B. Pendekatan
Filsafat dalam Memperoleh Ilmu
Pada zaman Plato sampai pada masa Al-Kindi, batas
antara filsafat dan ilmu pengetahuan boleh dikatakan tidak ada. Seorang filosof
(ahlifilsafat) pasti menguasai semua ilmu pengetahuan.
Perkembangan daya berfikir manusia yang
mengembangkan filsafat pada tingkat praktis dikalahkan oleh perkembangan ilmu
yang didukung oleh teknologi.
Wilayah kajian filsafat menjadi lebih sempit
dibandingkan dengan wilayah kajian ilmu. Sehingga ada anggapan filsafat tidak
dibutuhkan lagi. Filsafat kurang membumi sedangkan ilmu lebih bermanfaat dan
lebih praktis.
Padahal filsafat menghendaki pengetahuan yang
komprehensif yang luas, umum, dan universal dan hal ini tidak dapat diperoleh
dalam ilmu. Sehingga filsafat dapat ditempatkan pada posisi dimana pemikiran
manusia tidak mungkin dapat dijangkau oleh ilmu.
Ilmu bersifat pasteriori (kesimpulan ditarik setelah melakukan pengujian secara
berulang), sedangkan filsafat bersifat
priori (kesimpulan ditarik tanpa pengujian tetapi pemikiran dan perenungan).
Keduanya sama-sama menggunakan
aktivitas berfikir, walaupun cara berfikirnya berbeda. Keduanya juga sama-sama
mencari kebenaran. Kebenaran filsafat tidak dapat dibuktikan oleh filsafat
sendiri tetapi hanya dapat dibuktikan oleh teori keilmuan melalui observasi
ataupun eksperimen untuk mendapatkan justifikasi.
Filsafat dapat merangsang lahirnya
keinginan dari temuan filosofis melalui berbagai observasi dan eksperimen yang
melahirkan ilmu-ilmu. Hasil kerja filosofis dapat menjadi pembuka bagi lahirnya
suatu ilmu, oleh karena itu filsafat disebut jugas ebagai induk ilmu( mother of science). Untuk
kepentingan perkembangan ilmu, lahir disiplin filsafat yang mengkaji ilmu
pengetahuan yang dikenal sebagai filsafat
ilmu pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) merupakan terminologi generik yang mencakup seluruh hal yang
diketahui manusia. Dengan demikian pengetahuan adalah kemampuan manusia seperti
perasaan, pikiran, pengalaman, pengamatan, dan intuisi yang mampu menangkap
alam dan kehidupannya serta mengabstraksikannya untuk mencapai suatu tujuan.
Tujuan manusia mempunyai pengetahuan adalah:
•
1.Memenuhi kebutuhan untuk kelangsungan
hidup
•
2.Mengembangkan arti kehidupan
•
3.Mempertahankan kehidupan dan
kemanusiaan itu sendiri.
•
4.Mencapai tujuan hidup.
Binatangpun mempunyai pengetahuan,
tetapi hanya sekedar atau terbatas untuk melangsungkan hidup (tujuan survival)
a.
Jenis Pengetahuan
-
Pengetahuan biasa (common sense) yang
digunakan terutama untuk kehidupan sehari-hari, tanpa mengetahui seluk beluk
yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya.
-
Pengetahuan ilmiah atau Ilmu, adalah
pengetahuan yang diperoleh dengan cara khusus, bukanhanya untuk digunakan saja
tetapi ingin mengetahui lebih dalam dan luas mengetahui kebenarannya, tetapi
masih berkisar pada pengalaman.
-
Pengetahuan filsafat, adalah pengetahuan
yang tidak mengenal batas, sehingga yang dicari adalah sebab-sebab yang paling
dalam dan hakiki sampai diluar dan diatas pengalaman biasa.
-
Pengetahuan agama, suatu pengetahuan
yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para Nabi dan Rosul-Nya. Pengetahuan ini
bersifat mutlak danwajib diyakini oleh para pemeluk agama.
b.
Gejala Mengetahui
Pada suatu saat, manusia ingin
mengetahui sesuatu tentang dirinya, dunia sekitarnya, orang lain, yang baik dan
yang buruk, yang indah dan jelek, dan macam-macam lagi.
Jika ingin mengetahui sesuatu, tentu ada suatu
dorongan dari dalam diri manusia yang mengajukan pertanyaan yang perlu jawaban
yang memuaskan keingintahuannya. Dorongan itu disebut rasa ingin mengetahui.
Sesuatu yang diketahui manusia disebut pengetahuan.
Pengetahuanyang memuaskan manusia adalah pengetahuan yang benar. Pengetahuan
yang tidak benar adalah kekeliruan. Keliru sering kali lebih jelek dari pada
tidak tahu. Pengetahuian yang keliru dijadikan tindakan/perbuatanakan
menghasilkan kekeliruan, kesalahan dan
mala petaka. Sasaran atau objek yang ingin diketahui adalah sesuatu yang ada,
yang mungkin ada, yang pernah ada dan sesuatu yang mengadakan. Dengan demikian
manusia dirangsang keingintahuannya oleh alam sekitarnya melalui indranya dan
pengalamannya.
Hasil gejala mengetahui adalah manusia mengetahui
secara sadar bahwa dia telah mengetahui
•
Kelompok
Manusia
•Manusia tahu, bahwa ia tahu
•Manusia tahu, bahwa ia tidak tahu
•Manusia tidak tahu, bahwa ia tahu
•Manusia tidak tahu, bahwa ia tidak
tahu.
Dengan demikian pengetahuan yang diperoleh manusia
itu sebenarnya baru ada, kalau manusia sudah mengambil kesimpulan dari berbagai
pengalamannya bahwa objek yang ingin diketahuinya itu sudah benar-benar
diketahui
c.
Pengetahuan Ilmiah
Pengetahuan Ilmiah atau Ilmu
(Science) pada dasarnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan
mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan sehari-hari yang
dilanjutkan dengan suatu pemikiran cermat dan seksama dengan menggunakan
berbagai metode. Ilmu merupakan suatu metode berfikir secara objektif yang
bertujuan untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap gejala dan fakta
melalui observasi, eksperimen dan klasifikasi dimana ilmu pula harus bersifat objektif, karena dimulai dari
fakta, menyampingkan sifat kedirian,
mengutamakan pemikiran logik dan netral. Dalam Encyclopedia Americana, ilmu adalah
pengetahuan yang bersifat positif dan sistematis.
Paul Freedman dalam The Principles
of Scientific Research mendefinisikan ilmu sebagai: bentuk aktifitas manusia
yang dengan melakukannya umat manusia memperoleh suatu pengetahuan dan
senantiasa lebih lengkap dan cermat tentang alam dimasa lampau, sekarang dan
kemudian hari, serta suatu kemampuan yang meningkat untuk menyesuaikan dirinya
dan mengubah lingkungannya serta mengubah sifat-sifatnya sendiri.
Horn by mengartikan ilmu sebagai
susunan atau kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian dan
percobaan dari fakta-fakta. Sedangkan Poincare, menyebutkan bahwa ilmu berisi
kaidah-kaidah dalam arti definisi yang
tersembunyi.
d.
Hakekat Pengetahuan
Ada dua teori yang digunakan untuk mengetahui
hakekat Pengetahuan:
1. Realisme, teori ini mempunyai pandangan
realistis terhadap alam. Pengetahuan adalah gambaran yang sebenarnya dari apa
yang ada dalam alam nyata.
2. Idealisme, teori ini menerangkan bahwa
pengetahuan adalah proses-proses mental/ psikologis yang bersifat subjektif.
Pengetahuan merupakan gambaran subjektif tentang sesuatu yang ada dalam alam
menurut pendapat atau penglihatan orang yang mengalami dan mengetahuinya.
Premis pokok adalah jiwa yang mempunyai kedudukan utama dalam alam semesta. Sebenarnya
realisme dan idealisme mempunyai kelemahan-kelemahan tertentu.
Sumber Pengetahuan
Ada beberapa pendapat tentang
sumber pengetahuan antara lain:
1. Empirisme,
menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman
(empereikos = pengalaman). Dalam hal ini harus ada 3 hal, yaitu yang mengetahui
(subjek), yang diketahui (objek) dan cara mengetahui (pengalaman). Tokoh yang
terkenal: John Locke (1632 –1704), George
Barkeley(1685 -1753) dan David Hume.
2. Rasionalisme,
aliran ini menyatakan bahwa akal (reason) merupakan dasar kepastian dan
kebenaran pengetahuan, walaupun belum didukung oleh fakta empiris. Tokohnya adalah
Rene Descartes (1596 –1650, Baruch Spinoza (1632 –1677) dan Gottried Leibniz
(1646 –1716).
3. Intuisi.
Dengan intuisi, manusia memperoleh pengetahuan secara tiba-tiba tanpa melalui
proses pernalaran tertentu. Henry Bergson menganggap intuisi merupakan hasil
dari evolusi pemikiran yang tertinggi, tetapi bersifat personal.
4. Wahyu
adalah pengetahuan yang bersumber dari Tuhan melalui hambanya yang terpilih
untuk menyampaikannya (NabidanRosul). Melalui wahyu atau agama, manusia
diajarkan tentang sejumlah pengetahuan baik yang terjangkau ataupun tidak terjangkau oleh
manusia.
e. Ukuran Kebenaran
Berfikir merupakan suatu aktifitas manusia untuk
menemukan kebenaran.
Apa yang disebut benar oleh
seseorang belum tentu benar bagi orang lain. Oleh karena itu diperlukan suatu
ukuran atau kriteria kebenaran. Ada tiga jenis kebenaran yaitu: kebenaran
epistemologi (berkaitan dengan pengetahuan), kebenaran ontologis (berkaitan
dengan sesuatu yang ada atau diadakan), dan kebenaran semantis (berkaitan
dengan bahasa dan tuturkata) Ada 4 teori kebenaran: yaitu teori Korespondensi,
Teori Koherensi, Teori Pragmatisme, dan
Teori Kebenaran Illahiah atau agama. Ketiga teori pertama mempunyai perbedaan
paradigma. Teori koherensi mendasarkan diri pada kebenaran rasio, teori korespondensi
pada kebenaran faktual, dan teori fragmatisme fungsional pada fungsi dan
kegunaan kebenaran itu sendiri.
Tetapi ketiganya memiliki
persamaan. Yaitu pertama, seluruh teori melibatkan logika, baik logika formal
maupun material (deduktif dan induktif), kedua melibatkan bahasa untuk menguji
kebenaran itu, dan ketiga menggunakan pengalaman untuk mengetahui kebenaran
itu.
1. Teori Korespondensi
Teori korespondensi (Correspondence Theory of Truth) menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu keadaan
benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan/pendapat
dengan objek yang dituju/dimaksud oleh pernyataan/pendapat tersebut.
Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan
dengan fakta, yang berselaras dengan realitas, yang serasi dengan
situasiaktual.
Dengan demikian ada lima unsur yang perlu yaitu
pernyataan (statement), persesuaian
(agreement), situasi (situation), kenyataan (realitas) dan putusan (judgement).
Kebenaran adalah fidelity to objective reality. Atau dengan bahasa latinnya:
edaequatioin telectuset rei (kesesesuaian pikiran dengan kenyataan)
Teori ini dianut oleh aliran realis. Pelopornya
Plato, Aristoteles dan Moore. Dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas
Aquinas diabad skolastik, serta oleh Bertrand
Russel pada abad Modern.
Cara berfikir
ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespondensi ini
2. Teori Koherensi
Teori koherensi ( The Coherence Theory of Truth) menganggap suatu pernyataan benar bila
didalamnya tidak ada pertentangan, bersifat koheren dan konsisten dengan
pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar.
Dengan demikian suatu pernyataan
dianggap benar, jika pernyataan itu dilaksanakan atas petimbangan yang
konsisten dan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya.
Rumusan
kebenaran
adalah, truth is a systematic coherence, dan truth is consistency.
JikaA
= B danB = C, makaA = C.
Logika matematik yang deduktif
memakai teori kebenaran koherensi ini.
Logika ini menjelaskan bahwa kesimpulan akan benar,
jika premis-premis yang digunakan juga benar. Teori ini digunakan oleh aliran
metafisikus-rasionalis dan idealis.
Teori ini sudah ada sejak praSocrates, kemudian
dikembangkan oleh Benedictus Spinoza dan George Hegel. Suatu teori dianggap
benar apabila telah dibuktikan (justifikasi) benar dan tahan uji(testable).
Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru yang benar atau dengan teori
lama yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya
3. Teori Pragmatisme
Teori pragmatisme (the pragmatic theory of truth) menganggap
suatu pernyataan, teori atau dalil itu memiliki kebenaran bila memiliki
kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia. Kaum pragmatis menggunakan
kriteria kebenarannya dengan kegunaan (utility), dapat dikerjakan (worka
bility), dan akibat yang memuaskan (satisfactory consequence). Oleh karena itu
tidak ada kebenaran yang mutlak/tetap, kebenarannya tergantung pada kerja,
manfaat dan akibatnya
Akibat/ hasil yang memuaskan bagi
kaum pragmatis adalah:
1.Sesuai dengan keinginan dan
tujuan
2.Sesuai dan teruji dengan suatu
eksperimen
3.Ikut membantu dan mendorong
perjuangan untuk tetap eksis(ada).
Teori ini merupakan sumbangan paling nyata dari para
filsup Amerika. Tokohnya adalah Charles S. Pierce (1839 –1914) dan di ikuti
oleh William James dan John Dewey ( 1859
–1952 ).
4. Agama sebagai teori kebenaran
Ketiga teori kebenaran sebelumnya
menggunakan akal, budi, fakta, realitas dan kegunaan sebagai landasannya. Dalam
teori kebenaran agama digunakan wahyu yang bersumber dariTuhan.
•Sebagai makluk pencari kebenaran, manusia dapat
mencari dan menemukan kebenaran melalui agama.
•Dengan demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai
dan koheren dengan ajaran agama atau
wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.
Agama dengan kitab suci dan hadits nya dapat
memberikan jawaban atassegala persoalan manusia, termasuk kebenaran
C. FUNGSI DAN
TUJUAN ILMU (ILMU PENGETAHUAN)
Lahirnya
dan berkembangnya Ilmu Pengetahuan telah banyak membawa perubahan dalam
kehidupan manusia, terlebih lagi dengan makin intensnya penerapan Ilmu dalam
bentuk Teknologi yang telah menjadikan manusia lebih mampu memahami berbagai
gejala serta mengatur Kehidupan secara lebih efektif dan efisien. Hal itu
berarti bahwa ilmu mempunyai dampak yang besar bagi kehidupan manusia, dan ini
tidak terlepas dari fungsi dan tujuan ilmu itu sendiri
Kerlinger
dalam melihat fungsi ilmu, terlebih dahulu mengelompokan dua sudut pandang
tentang ilmu yaitu pandangan statis dan pandangan dinamis. Dalam pandangan
statis, ilmu merupakan aktivitas yang memberi sumbangan bagi sistimatisasi
informasi bagi dunia, tugas ilmuwan
adalah menemukan fakta baru dan menambahkannya pada kumpulan informasi
yang sudah ada, oleh karena itu ilmu dianggap sebagai sekumpulan fakta, serta
merupakan suatu cara menjelaskan gejala-gejala yang diobservasi, berarti bahwa dalam pandangan ini
penekanannya terletak pada keadaan pengetahuan/ilmu yang ada sekarang serta
upaya penambahannya baik hukum, prinsip ataupun teori-teori. Dalam pandangan ini, fungsi ilmu lebih
bersifat praktis yakni sebagai disiplin atau aktivitas untuk memperbaiki
sesuatu, membuat kemajuan, mempelajari fakta serta memajukan pengetahuan untuk
memperbaiki sesuatu (bidang-bidang kehidupan).
Pandangan
ke dua tentang ilmu adalah pandangan dinamis atau pandangan heuristik (arti heuristik
adalah menemukan), dalam pandangan ini ilmu dilihat lebih dari sekedar
aktivitas, penekanannya terutama pada teori dan skema konseptual yang saling
berkaitan yang sangat penting bagi penelitian. Dalam pandangan ini fungsi ilmu
adalah untuk membentuk hukum-hukum umum yang melingkupi prilaku dari
kejadian-kejadian empiris atau objek empiris yang menjadi perhatiannya sehingga
memberikan kemampuan menghubungkan berbagai kejadian yang terpisah-pisah serta
dapat secara tepat memprediksi kejadian-kejadian masa datang, seperti
dikemukakan oleh Braithwaite dalam bukunya Scientific Explanation bahwa the
function of science… is to establish general laws covering the behaviour of the
empirical events or objects with which the science in question is concerned, and
thereby to enable us to connect together our knowledge of the separately known
events, and to make reliable predictions of events as yet unknown.
Dengan
memperhatikan penjelasan di atas nampaknya ilmu mempunyai fungsi yang amat
penting bagi kehidupan manusia, Ilmu dapat membantu untuk memahami,
menjelaskan, mengatur dan memprediksi berbagai kejadian baik yang bersifat
kealaman maupun sosial yang terjadi dalam kehidupan manusia. Setiap masalah
yang dihadapi manusia selalu diupayakan untuk dipecahkan agar dapat dipahami,
dan setelah itu manusia menjadi mampu untuk mengaturnya serta dapat memprediksi
(sampai batas tertentu) kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan
pemahaman yang dimilikinya, dan dengan kemampuan prediksi tersebut maka
perkiraan masa depan dapat didesain dengan baik meskipun hal itu bersifat
probabilistik, mengingat dalam kenyataannya sering terjadi hal-hal yang
bersifat unpredictable.
D.
STRUKTUR
ILMU
Struktur ilmu menggambarkan
bagaimana ilmu itu tersistimatisir dalam suatu lingkungan (boundaries), di mana
keterkaitan antara unsur-unsur nampak secara jelas. Menurut Savage &
Amstrong, struktur ilmu merupakan A scheme that has been devided to illustrate
relationship among facts, concepts, and generalization. Dengan demikian struktur
ilmu merupakan ilustrasi hubungan antara fakta, konsep serta generalisasi,
keterkaitan tersebut membentuk suatu bangun struktur ilmu, sementara itu
menurut H.E. Kusmana struktur ilmu adalah seperangkat pertanyaan kunci dan
metoda penelitian yang akan membantu memperoleh jawabannya, serta berbagai
fakta, konsep, generalisasi dan teori yang memiliki karakteristik yang khas
yang akan mengantar kita untuk memahami ide-ide pokok dari suatu disiplin ilmu
yang bersangkutan.
Dengan demikian nampak dari dua
pendapat di atas bahwa terdapat dua hal pokok dalam suatu struktur ilmu yaitu :
ü A
body of Knowledge (kerangka ilmu) yang terdiri dari fakta, konsep,
generalisasi, dan teori yang menjadi ciri khas bagi ilmu yang bersangkutan
sesuai dengan boundary yang dimilikinya
ü A
mode of inquiry. Atau cara pengkajian/penelitian yang mengandung pertanyaan dan
metode penelitian guna memperoleh jawaban atas permasalahan yang berkaitan
dengan ilmu tersebut.
Kerangka
ilmu terdiri dari unsur-unsur yang berhubungan, dari mulai yang konkrit yaitu
fakta sampai level yang abstrak yaitu teori, makin ke fakta makin spesifik,
sementara makin mengarah ke teori makin abstrak karena lebih bersifat umum. Bila digambarkan akan nampak sebagai berikut :
Increasing
transfer
value
|
Increasing
specificity
|
TEORI
GENERALISASI
KONSEP-KONSEP
FAKTA-FAKTA
Gambar 2.1. Bagan
Stuktur Ilmu
Dari gambar tersebut nampak bahwa
bagian yang paling dasar adalah fakta-fakta, fakta-fakta tersebut akan menjadi
bahan atau digunakan untuk mengembangkan konsep-konsep, bila konsep-konsep
menunjukan ciri keumuman maka terbentuklah generalisasi, untuk kemudian dapat
diformulasikan menjadi teori. Fakta-fakta sangat dibatasi oleh nilai transfer
waktu, tempat dan kejadian. Konsep dan generalisasi memiliki nilai transfer
yang lebih luas dan dalam, sementara itu teori mempunyai jangkauan yang lebih
universal, karena cenderung dianggap berlaku umum tanpa terikat oleh waktu dan
tempat, sehingga bisa berlaku universal artinya bisa berlaku dimana saja (hal
ini sebenarnya banyak dikritisi para akhli). Namun
demikian keberlakuannya memang perlu juga memperhatikan jenis ilmunya.
BAB III
KESIMPULAN
-
Pengetahuan ilmiah atau Ilmu, adalah
pengetahuan yang diperoleh dengan cara khusus, bukanhanya untuk digunakan saja
tetapi ingin mengetahui lebih dalam dan luas mengetahui kebenarannya, tetapi
masih berkisar pada pengalaman.
-
Pengetahuan filsafat, adalah pengetahuan
yang tidak mengenal batas, sehingga yang dicari adalah sebab-sebab yang paling
dalam dan hakiki sampai diluar dan diatas pengalaman biasa.
-
Pengetahuan agama, suatu pengetahuan
yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para Nabi dan Rosul-Nya. Pengetahuan ini
bersifat mutlak danwajib diyakini oleh para pemeluk agama.
Filsafat menghendaki pengetahuan yang
komprehensif yang luas, umum, dan universal dan hal ini tidak dapat diperoleh
dalam ilmu. Sehingga filsafat dapat ditempatkan pada posisi dimana pemikiran
manusia tidak mungkin dapat dijangkau oleh ilmu.
Ilmu bersifat pasteriori (kesimpulan ditarik setelah melakukan pengujian secara
berulang), sedangkan filsafat bersifat
priori (kesimpulan ditarik tanpa pengujian tetapi pemikiran dan perenungan).
Keduanya sama-sama menggunakan
aktivitas berfikir, walaupun cara berfikirnya berbeda. Keduanya juga sama-sama
mencari kebenaran. Kebenaran filsafat tidak dapat dibuktikan oleh filsafat
sendiri tetapi hanya dapat dibuktikan oleh teori keilmuan melalui observasi
ataupun eksperimen untuk mendapatkan justifikasi.
Filsafat dapat merangsang lahirnya
keinginan dari temuan filosofis melalui berbagai observasi dan eksperimen yang
melahirkan ilmu-ilmu. Hasil kerja filosofis dapat menjadi pembuka bagi lahirnya
suatu ilmu, oleh karena itu filsafat disebut jugas ebagai induk ilmu( mother of science). Untuk
kepentingan perkembangan ilmu, lahir disiplin filsafat yang mengkaji ilmu
pengetahuan yang dikenal sebagai filsafat
ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu diberikan sebagai
pengetahuan bagi orang yang ingin mendalami hakikat ilmu dan kaitannya dengan
pengetahuan lainnya. Bahan yang diberikan tidak ditujukan untuk menjadi ahli
filsafat.
Dalam masyarakat religius, ilmu
dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari nilai-nilai ketuhanan,
karena sumber ilmu yang hakiki adalah Tuhan. Manusia diberi daya fikir oleh
Tuhan, dan dengan daya fikir inilah manusia menemukan teori-teori ilmiah dan
teknologi. Pengaruh agama yang kaku dan dogmatis kadang kala menghambat
perkembangan ilmu. Oleh karenanya diperlukan kecerdasan dan kejelian dalam
memahami kebenaran ilmiah dengan sistem nilai dalam agama, agar keduanya tidak
saling bertentangan.
Dalam filsafat ilmu, ilmu akan
dijelaskan secara filosofis dan akademis sehingga ilmu dan teknologi tidak
tercerabut dari nilai agama, kemanusiaan lingkungan. Dengan demikian filsafat
ilmu akan memberikan nilai dan orientasi yang
jelas bagi setiap ilmu.
Ketiga-tiganya
memiliki hubungan dan tidak perlu dibenturkan satu sama lain selama diyakini
bahwa ilmu manusia memiliki keterbatasan. Demikian pula dengan
filsafat, selama difahami sebagai proses berfikir bukan sebagai penentu.
Adapun agama dapat diyakini, selama dapat dibuktikan dengan dalil-dalil yang
dapat dipertangung jawabkan
Untuk lebih adilnya dalam menilai
hubungan ketiganya, patut dicermati pandangan Endang Saifuddin Anshari (Ilmu,
Filsafat dan Agama, 1979) yang menyebutkan di samping adanya titik persamaan,
juga adanya titik perbedaan dan titik singgung.
Baik ilmu maupun filsafat atau
agama, bertujuan (sekurang-kurangnya berurusan dengan hal yang sama), yaitu
kebenaran. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari
kebenaran tentang alam dan manusia. Filsafat dengan wataknya sendiri
pula menghampiri kebenaran, baik tentang alam, manusia dan Tuhan. Demikian pula
agama, dengan karakteristiknya pula memberikan jawaban atas segala
persoalan asasi yang dipertanyakan manusia tentang alam, manusia dan Tuhan.
(Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama, 1979: 169) Masih
menurutnya, baik ilmu maupun filsafat, keduanya hasil dari sumber yang sama,
yaitu ra’yu manusia (akal, budi, rasio, reason, nous, rede, vertand,
vernunft). Sedangkan agama bersumberkan wahyu dari Allah. Ilmu pengetahuan
mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan (riset, research),
pengalaman (empirik) dan percobaan. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara
mengembarakan atau mengelanakan akal budi secara radikal dan integral
serta universal tidak merasa terikat dengan ikatan apapun, kecuali oleh
ikatan tangannya sendiri bernama logika. Kebenaran ilmu pengetahuan
adalah kebenaran positif (berlaku sampai dengan saat ini), sedangkan
kebenaran filsafat adalah kebenaran spekulatif (dugaan yang tak dapat
dibuktikan secara empiris, riset dan eksperimental). Baik
kebenaran ilmu maupun kebenaran filsafat bersifat nisbi (relatif),
sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak (absolut), karena agama adalah
wahyu yang di turunkan Dzat Yang Maha Benar, Maha Mutlak dan Maha Sempurna.
Baik ilmu maupun filsafat,
kedua-duanya dimulai dengan sikap sangsi atau tidak percaya.
Sedangkan agama dimulai dengan sikap percaya dan iman. Adapun
titik singgung, adalah perkara-perkara yang mungkin tidak dapat dijawab oleh
masing-masingnya, namun bisa dijawab oleh salah satunya. Gambarannya, ada
perkara yang dengan keterbatasan ilmu pengetahuan atau spekulatifnya akal, maka
keduanya tidak bisa menjawabnya. Demikian pula dengan agama, sekalipun agama
banyak menjawab berbagai persoalan, namun ada persoalan-persoalan manusia yang
tidak dapat dijawabnya. Sementara akal budi, mungkin dapat menjawabnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Saifudin, Endang, Ilmu Filsafat dan Agama, jakarta, Bina Ilmu:1990
Anshari,
Endang Saifuddin, Ilmu, Filsafat dan Agama, Surabaya: Bina Ilmu, 1979.
Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, Jakarta: Bumi Aksara, cet. iii, 1995.
Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, Jakarta: Bumi Aksara, cet. iii, 1995.
Jujun S.
Sumiasumantri (ed), Ilmu dalam Prespektif, Jakarta: Gramedia, cet. 6, 1985.
———-, Filsafat Ilmu,Sebuah Pengantar Populer, Jakarata: Pustaka Sinar harapan, 1990.
———-, Filsafat Ilmu,Sebuah Pengantar Populer, Jakarata: Pustaka Sinar harapan, 1990.